Ngomongin soal shoujo manga, ga bakal lepas dari 2 unsur
mendasar, yang pertama itu slice of lice yang kedua adalah “cinta”. Ada perbedaan
rasa kalau baca slice of life romance nya shoujo dengan slice of life romance
nya shonen atau seinen. Yang paling saya tangkap itu, osananajimi di shoujo
lebih bahagia ketimbang osananajimi di manga shonen atau seinen. Kenapa? Ga lain
dan ga bukan karna di shoujo banyak kasus yang membuat osananjimi atau dalam
bahasa kitanya “childhood friend” mendapatkan happy ending dengan sang heroine
nya. Beda nasib dengan manga sheinen dan shonen dimana osananajimi ini dapat
bagian galau dan sad ending diakhir cerita lantaran hero nya memilih heroine
yang baru hadir dalam kehidupannya. Mirisnya, kadang osananajimi di manga
shonen atau seinen hanya sebagai tambahan atau pelengkap dari heroine heroine
yang udah ada.
Itu mungkin udah jadi ciri khas kali ya. Atau emang
tumbuhnya cinta dihati seorang perempuan itu karna udah sering ketemu dan
terbiasa dengan kedekatan nya dengan sang osananajimi yang kedekatan seperti
itu sendiri ga dimiliki oleh orang lain. Atau laki laki itu emang suka jatuh
cinta dengan perempuan pendatang baru karna merasa osananajimi nya itu udah
kayak saudara aja baginya.
Itu baru bahasannya osananajimi, ada lagi rasa yang berbeda.
Manga shoujo sering banget ngasih pola cinta segitiga, dibikin reverse harem
pun yang jadi kandidat kuat pun nantinya Cuma 2 hero. Gimana kalau shonen dan
seinen? Paling suka bikin harem sana sini. Ampe haremannya udah bejibun dan
akan terus bertambah seiring berjalannya waktu, kadang ampe eneg lihatnya. Tentu
aja ada kandidat kuatnya juga, tapi cara hero nya menggilir heroine yang
bejibun itu udah masuk taraf ga masuk akal. Jikalau reverse harem (shoujo) kita
tau siapa aja kandidat kuat pemenang happy ending, nah kalau di harem (shonen)
kita dibikin pusing tuh hero mau berendingkan dengan siapa, ga jarang malah
berending harem atau ga milih siapa siapa.
Apalagi? Oya, kalau baca manga shoujo adegan terpojok gitu
nuansanya doki doki, nah kalau di shonen nuansa nya echi,haha. Perempuan emang
lebih mentingin cinta dan romantisme dari pada nafsu. Dari manga aja udah Nampak
perbedaan pola pikir laki laki dan perempuan,hehe. Banyak adegan di shoujo
manga yang klise abis, tapi ntah kenapa selalu ga bosan buat ditunggu. Mungkin itu
juga yang dirasakan pembaca manga shonen dan seinen saat membaca klise klise ga
masuk akal yang tercipta dari adegan terpojok sang hero dengan heroine
tertentu.
Pola cerita di shoujo saya akui emang monoton ga se variasi
di shonen dan seinen yang banyak banyak ide kreatifnya. Jadi pola pola yang
sama itu bisa jadi membuat pembaca lelah dan mencari cerita yang lebih fresh. Ga
jarang pembaca shoujo jadi baca shonen dan seinen juga buat mencari sesuatu
yang baru (kayak saya). Saking banyaknya ide di manga shonen itu jatuhnay udah
kayak ga akan mungkin terjadi didunia nyata, padahal genrenya udah slice of
life dan romance. Walau pola manga shoujo terkesan monoton gitu, tapi ada aja
yang membuat pembaca untuk kembali menekuni manga shoujo lagi, mungkin sensasi
untuk merasakan perasakan berdebar debar saat membaca manga shoujo itu ga bisa
ditemukan saat membaca manga shonen.
Belakangan saya lihat, heroine di shoujo manga kekeh banget
dengan pilihan pertamanya. Jika dia pada awal ceria sudah menyukai satu target,
maka target itu akan terus dicintainya sampai akhrnya sang target membalas
cintanya, biasanya setelah sang target sadar akan perasaannya terhadap heroine,
si heroine lagi menjalani hubungan special dengan hero lain. Gimana kalau
shonen? Galau mah, jangan kan pengen milih, dia sadar kalau banyak cewek yang
suka dia aja dia ga ngeh, padahal udah dikasih sinyal bejibun, tapi tetap aja
bodoh. Atau mungkin karna ingin berlama lama jadi playboy atau malah keasyikan
didampingi banyak harem.
Saya merasa heroine manga shoujo kepintarannya setingkat
diatas hero manga shonen dalam urusan cinta. Serius, hero manga shonen itu
walaupun pintar strategi atau akademik atau pintar lainnya, tetap aja mereka
bodoh dalam hal cinta, ga peka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
saya akan lebih senang jika kamu menyematkan nama kamu di kolom komentar, menurut saya "anonim" bukanlah sebuah nama.