Iseng, saya bikin
fanfic nisekoi lagi. Kali ini kondisinya setelah chapter 219. perlu diingat kalau ini bukanlah prediksi, hanya sebatas fanfic dari majinasi saya saja. mungkin sedikit
agak acak acakan, tapi saya harap pembaca dapat maklum.
silahkan......................
“arigatou,
marika. Aku akan menemukannya dan menyelesaikan hal ini dengannya” gumam raku
pelan saat dirinya tengah berlari di tengah belantara menuju bukit yang
ditunjukkan oleh marika. Perlahan jalan yang dipenuhi pepohonan itu mulai
menampakkan secercah cahaya yang lama kelamaan membentuk cahaya tembus yang
besar. Di penghujung belantara itu terhampas padang rumput yang luas. Tidak ada
tanda tanda keberadaan manusia disekitar sana, tapi raku tetap menyisir
pandangannya menembus suluruh wilayah. Raku mengepalkan tangannya dan mulai
lagi berjalan cepat sambil terus melayangkan pandangannya kesana kemari
berharap dapat menemukan keberadaan chitoge.
Mata
raku terpaku pada batu besar yang terdapat di tengah tengah padang rumput, raku
mencoba menghampirinya. Sekelebat ingatannya kembali pada peristiwa 12 tahun
yang lalu, tapi sialnya dia belum juga bisa menemukan identitas sebenarnya
gadis itu. Bayangan masa lalu tentang pertemuan pertama dengan sang gadis terus
terusan berputar di otaknya sampai akhirnya dari balik batu dia melihat benda
yang tak asing baginya. Pita merah yang bergoyang goyang ditiup angina, semakin
didekati maka dia bisa melihat jelas pita itu masih terpasang pada rambut
pirang seorang gadis yang tengah duduk dengan damainya dibalik batu besar itu
“disini kamu rupanya” gumamnya.
Chitoge
mulai merasa ada keberadaan lain disekitarnya yang mengganggu perasaan
tentramnya. Dia mulai berdiri dari posisi duduknya dan tak jauh dari sana hal
yang paling tak ingin ditemuinya telah berdiri ingin menghampirinya.
“akhirnya,
aku menemukanmu” ucap raku yang dapat jelas di dengar oleh chitoge
“ka..ka…mu,
ngapain kamu kesini?” sambil menunjuk raku chitoge dibuat mundur satu langkah
saking kagetnya.
“kamu
jangan lari lagi, aku tak bisa terima dengan sikapmu yang selalu kabur dari ku.
Chitoge, mari kita selesaikan masalah ini” Raku tanpa ragu teru s maju membuat
chitoge perlahan mundur beberapa langkah kecil.
“stop
disana” teriak chitoge “kamu pikir kamu siapa? Aku merasa tidak memiliki
masalah” chitoge mencoba mneguasai dirinya untuk takut dan mundur lagi.
Raku
tetap terus berjalan kedepan menghiraukan perintah chitoge. “kenapa kamu pergi?
Kenapa menghindari ku? Jawab aku, apa kamu membenciku?”
Chitoge
yang tahu kalau g akan mungkin raku akan berhenti menghampirinya mulai
tertunduk dan menggigit bbir bawahnya. Dia hanya diam tak menjawab pertanyaan
raku yang semakin dekat dengannya. Sambil mengepalkan tangan, chitoge berbalik
180 derjat kebelakang dan mencoba mengambil langkah seribu.
“kamu
g akan bisa menggunakan cara yang sama du akli terhadapku” teriak raku yang
juga sudah siap stamina untuk adu lari dengan chitoge.
“sial
kenapa lari tu anak sekarang bisa lebih cepat” chitoge kian terdesak dan terus
berlari menuju hutan penuh pepohonan di depannya. Saat dia kembali melihat
posisi raku benar benar hampir menjangkaunya, chitoge menemukan dirinya tak
memiliki landasan untuk injakan kaki lagi, sepersekian detik kemudian dia
berteriak “ AAAAAAAAAA”.
Raku
panic dan langsung berhenti setelah melihat chtoge raib dari pandangan, raku
berjalan pelan kedepan dan kaget ada lobang menganga cukup besar disana “apaan
ini? jebakan” pikirnya. Raku kembali tersadar akan chitoge dan mulai memanggil
manggil namanya “chitoge, kamu mendengar ku. CHITOGE, kamu baik baik saja” raku
makin panic saat dia tak menemukan balasan dari dalam lubang itu. Raku mempertajam
matanya berharap dapat melihat chitoge di dalam gelapnya lubang tadi. Terkadang
matanya menyipit lalu membesar lagi lalu menyipit lagi sampai akhirnya raku
bisa menemukan keberadaan chitoge yang tak bergerak di dasar lubang.
Sore
kian pekat dan raku masih memutar otak untuk membawa chitoge keatas.
---
Chitoge
perlahan mulai membuka matanya, dirinya tersentak saat tak menemukan satupun
cahaya yang dapat ditangkap matanya, seketika itu juga dia berteriak sebagai
bentuk ekpresi rasa takutnya yang sangat terhadap kegelapan.
“chitoge,
tenang, woi, tenanglah” raku menggemgam tangan chitoge mencoba menenangkannya
yang histeris dengan phobianya. Raku mengeluarkan handphonenya dan mereka
mendapatkan beberapa cahaya yang membuat silau mata mereka. “tenaglah, aku
disini untukmu”. Butuh beberapa saat bagi chitoge untuk mencerna apa yang
terjadi. Dia mulai sadar tadi dia jatuh masuk lubang dan sekarang dia terdasar
kalau raku ada bersamanya dan malah ini lebih dekat dengannya.
Sambil
terisak chitoge berkata “kenapa kamu disini, bukankah lebih baik jika kamu
tetap diatas dan memanggil seseorang untuk menolongku? Kenapa kamu selalu bodoh
begini”
“hah”
raku menghela nafas panjangnya “mana mungkin aku tinggalin kamu sendirian
disini, aku g akan melakukannya”
Chitoge
tersentak, air matanya masih menggenang, dia mulai merasa jantungnya berdetak
kian kencang dari biasanya. “ini curang, kamu selalu bertingkah sok keren
didepan ku, dan membuat ku terus terusan mencintaimu, kamu curang, ichijou
raku” gumam chitoge di dalam hati.
Beep
beep…
“sial,
batrai hp ku mau habis, kita g bisa lagi mengguankannya sebagai penerang jika
mati nanti”
“heeh???”
chitoge kaget mendapati sebentar lagi mesti bergelap gelapan lagi. “bener bener
g guna, kenapa kamu ikut turun kebawah jika persiapanmu untuk naik keatas itu g
ada”
“aku
juga ingin menanyakan hal yang sama terhadap diriku, saat aku lihat kamu
pingsan dibawah sana aku g bisa mikir lagi dan tiba tiba aku sdah berada
dibawah sini denganmu”
“ah,
kita harus keluar dari sini secepatnya, harusnya lobang ini g terlalu dalam
karna aku masih bisa melihat bntang dari dalam sini” chitoge mencoba bangkit,
tapi yang dirasakannya begitu menyakitkan disekitar pergelangan kaki dan
lututnya sampai sampai untuk kesekian kalinya dia harus berteriak lagi. “apa
apaan ini, semuanya terasa sakit” chitoge kembali terduduk dan bersandar
dipinggir lobang.
“kamu
g apa apa”, raku menghampirinya dan duduk berhadapan dengan chitoge “aku sudah
menebak kakimu pasti terkilir, mungkin tanganmu juga patah, ini bukan lubang
yang dangkal. Aku tau saat mencoba turun kesini tadi. Tadinya kukira tebakan ku
salah karna kamu sama sekali tidak merasakan sakit apa apa saat bangun, tapi
teriakanmu tadi cukup membuktikan bahwa dugaanku benar, kalau begini, akan
susah bagi kita untuk keluar”
“raku,
kamu bodoh, harusnya kamu g ikutan masuk ke lubang ini” isak chitoge.
“aku
juga awalnya mikir gitu, tapi menurutku ini lebih baik untuk g ninggalin kamu
sendiri karna aku juga g yakin bisa nemuin tempat ini lagi secepatnya jika aku
pergi ninggalin kamu tadi”
Beberapa
saat dalam hening, suasana kembali mencekam saat batrai handphone raku beneran
habis. Chitoge terkaget sebentar dan menggenggam tangan raku jauh lebih erat
dari sebelumnya.
“tenaglah,
kita pasti akan keluar besok pagi, aku pastikan itu” ucap raku
meyakinkan. “ jika kamu masih takut, mungkin kita bisa bicara, bukankah
takutmu akan hilang jika kamu ngomong? Ngomong bisa bikin kamu lupa sama gelap
ini kan?”
“….”
Chitoge hanya diam, dia merasa tak ingin ngomong apa apa saat ini. semua
tubuhnya masih terasa sakit dan air matanya belum juga mengering.
Perlahan,
lubang yang tadinya sangat gelap mulai memberkas cahaya putih kelabu,
raku yang merasakan perubahan itu mendongak kelangit dan tersenyum sementara
chitoge masih membenamkan kepalanya pada lututnya.
“chitoge,
lihat. Cahaya bulan bisa tembus sampai kesini”
Chitoge
yang awalnya ogah ogahan mengangkat kepalanya, saat dia melihat cahaya putih
yang mulai terang itu, seketika tersenyum “cantiknya, bahkan bintang yang dapat
dilihat makin banyak”
“yah,
mungkin karna tadi bulannya ditutup awan besar makanya mereka tak menampakkan
diri tadi, tapi syukurlah, setidaknya ini tidak terlalu gelap untukmu”
Chitoge
tak melepaskan pandangannya keatas, dan terus terusan mendongak melihat
keindahan hamparan bintang yang tak begitu luas kalau dilihat dari dalam
lubang. Lama mereka diam hingga akhirnya raku ingin kembali memenuhi tujuannya
terhadap chitoge. Chitoge sepertinya juga sudah dapat mengatasi rasa takutnya
selama sinar bulan dan hamparan bintang itu tidak meninggalkan mereka malam
ini.
“ano
sa, chitoge, aku rasa ini saat yang tepat bagimu menceritakan alasan kenapa
kamu lari dari ku”
“eh…”
chitoge tersentak tak menyangka percakapan ini akan terjadi.
“apa
kamu masih membenciku? Apa kamu pergi karna aku berbuat salah padamu?”
“eto,
ano… hah, rasanya juga aku g punya tempat untuk kabur lagi” chitoge menarik
nafas panjang, diam sejenak, dan kembali menghela nafas. “aku g membenci kamu,
hanya saja aku rasa akan lebih baik kalau aku pergi saja”
“itu
g menjelaskan apa apa, kamu bahkan selalu kabur saat melihatku. Bukankah itu
pertanda kalau ada sesuatu yang mebuatmu g mau ketemu aku?”
“tentu
saja” chitoge menunduk “mana bisa aku terus berada disini kalau Cuma akan
merasa sakit”
“sakit?”
“baka
moyashi, selamanya akan selalu bodoh, akan selalu g peka” chitoge memandang
raku dengan sedikit kesal.
“…”
raku hanya terheran heran dengan perkataan chitoge.
“ne
raku, aku menyukai kosaki, berteman dengannya benar benar sangat menyenangkan,
sudah dari dulu aku menginginkan sosok teman sepertinya, dan..”
“dan..”
“aku
menyukai mu, bukan perasaan suka sebagai teman, tapi perasaan antara laki laki
dan perempuan”
Suasana
hening, baik raku dan chitoge sudah tak dapat berkata apa apa lagi.
“kosaki
chan juga menyukaimu, bukankah kamu juga merasakan hal yang sama?”
“aa…aku…
yah, begitulah.. aku...” raku mencoba mengucapkan sesuatu tapi suara gaduh
terdengar dari atas sana.
“OJOU…
OJOU… kamu disana? OJOU” itu seperti suara Claude dan Tsugumi yang silih
berganti berteriak menunggu respon dari majikannya.
Chitoge
tersentak “Claude? Tsugumi?” tak perlu waktu lama bagi chitoge untuk ikutan
berteriak menyahut panggilan mereka.
Singkat
cerita mereka keluar dari lubang, claude terlihat sangat marah pada raku, tapi
chitoge menghentikannya untuk berbuat kekerasan. Saat mereka sampai di jalan
utama, pagi sudah menjelang. Mereka disambut oleh kosaki, ruri dan shuu. Saat
akan berpisah, tentu saja chitoge, claude dan tsugumi akan berpisah dari
kelompok raku, kosaki, ruri dan shuu. Saat itu chitoge yang masih di gendong
Claude berbicara pada raku
“pastikan
kamu menyampaikan perasaanmu padanya”
“hmm..
tentu saja” angguk raku.
Chitoge
melepas pita merahnya dan menyuruh Claude membawanya pada kosaki. “aku g tau
ini pertemuan kita yang terakhir atau bukan” chitoge menyodorkan pitanya
sambil tersenyum pada “walau begitu, maukah kamu menyimpan pita ini
untukku”.
“chitoge
chan, kamu benar benar tidak ingin di sini lagi?” balas kosaki
“hmm,
begitulah.. sayounara” Claude dan chitoge pun menuju limosin, sesaat sebelum
masuk, chitoge kembali menoleh kepada raku “raku, aku rasa aku tidak
membutuhannya lagi” chitoge melempar kunci berlambang bulan yang selalu
dibawanya “maaf, sampai sekarang aku masih belum ingat sama sekali tentang
janji dulu, mungkin memang bukan aku gadis yang berjanji sama kamu dulu” pintu
limosin tertutup, suara deruman mobil mulai terdengar berikut dengan perginya
limusin hitam itu dari sekolompok anak SMA.
“aku
tak yakin akan melihat chitoge chan dan seishiro chan lagi” keluh shuu.
“tidak
akan melihatnya lagi?” pikir raku. “tidak akan kesekolah bareng lagi, g akan
belajar bareng lagi, g akan dipukul lagi, g akan kencan boongan lagi, g akan
makan ramen lagi, ga kan dimarahi lagi, g akan melihat senyuman nya lagi”
sekelebat pikiran itu terus menghantui raku hingga nafasnya terasa sesak,
jantungnya berdetak sangat kencang, matanya terasa basah.
“raku…
kenapa?” Tanya shuu yang heran melihat kebisuan temannya.
Raku
tersentak dan mencengkram bahu shuu “shuu, aku g bisa terima ini, ini terlalu
sesak”
Tidak
hanya shuu, kosaki dan ruri pun termangu melihat tingkah raku yang begitu tiba
tiba.
“woi
woi, kenapa nih?”
Raku
mulai memegangi jantungnya g berdetak g karuan kayak menahan sakit.
“raku,
kamu bodoh” shuu menjitak kepala raku. “Mau mengejarnya?” shuu memberikan
senyuman terbaiknya untuk menyemangati raku.
“hah?”
raku terlihat kebingungan karena solusi yang diberikan shuu tidak masuk
akal. Bagaimana mungkin mengejar mobil dengan berlari.
“kamu
tau raku, saat kita berpencar mencari chitoge chan, aku menemukan seuatu yang
menarik”
“jangan
becanda, shuu. Apa yang kamu temukan?”
“jalan
pintas untuk mengahadang mobil chitoge chan” shuu menunjuk kearah semak belukar
yang kelihatan seperti jurang.
“ichijou
kun, kamu harus mengejarnya” ucap kosaki dengan senyum getirnya. Semua tingkah
laku raku setelah ditinggal chitoge tadi agaknya membuat kosaki mengerti apa
yang dirasakan raku saat ini. “kamu harus benar benar bisa mengejarnya kali
ini”
“maaf
onodera, aku dan shuu akan menyusulnya, onodera dan ruri carilah jalan yang
aman untuk pulang”
“unn”
angguk onodera.
Raku
dan shuu pun bergegas masuk ke semak yang ditunjukkan shuu tadi. Turunan yang
kelihatan seperti jurang tadi ternyata hanya tampak luar saja, aslinya turunan
itu bisa dilewati dengan berlari dan tidak terlalu menghalangi untuk bergerak.
Shuu menuntun raku sampai ke tepian jalan utama.
“lagian
shuu, kenapa kamu sampai tahu jalan pintas ini?”
“aku
tau pasti kau akan bisa menemukan chitoge. tadi saat mencari chitoge chan aku
melihat ada cewek cantik lewat sini dan aku ikuti, tapi aku malah tersesat dan
sampai dijlan raya” jelas shuu sambil berlari
“sialan
kamu shuu” pekik raku dalam hati.
“raku,
kau lihat itu? Itu jalan rayanya. Oh, sial, bukannya itu mobil chitoge? Kita
akan ketinggalan jika g sampai disana pada waktunya”
Mereka
pun menambah kecepatan lari mereka, tapi emang sial saat mereka sampai ditepian
jalan mobil chitoge baru saja melewati mereka.
“maaf
raku, kita g sempat” ucap shuu tersengal sengal.
“siapa
bilang g sempat” raku kembali mengambil ancang ancang dan berlari sekuat tenaga
mengejar limusin hitam yang membawa chitoge sambil teriak “CHITOGE, TUNGGU,
CHITOGE…”. Limusin itu tidak memberikan tanda tanda akan berhenti dan terus
melaju sampai, raku belum kehabisan asa buat terus mengejar sampai dirinya
tersungkur dan g mampu berdiri lagi. Raku begitu kesalnya sampai tangannya
memerah kana mukulin aspal.
Dalam
keputus asaannya, raku mendengar suara mobil tepat berhenti di sebelahnya.
“raku, kamu g apa apa? Ngapain tidur di aspal?” Tanya gadis yang mendongakkan
kepalanya dari jendela limusin hitam, wajahnya seperti menyimpan
kekhawatiran sekaligus ekspresi kelegaan.
“chitoge?
Kenapa?”
Belum
sempat chitoge menjawab, shuu sudah datang menyusul raku “yo raku, aku sadar
akan kegunaan handphone, jadi aku telpon saja seishirou chan buat bilang kamu
jatuh masuk jurang butuh pertolongan secepatnya”
“apa”
teriak raku dan tsugumi,
“ho
hoi, maiko shuu, kamu jangan mempermainkan saya” tsugumi keluar dari mobil dan
menodongkan pistolnya tepat di jidat shuu.
“santai…ehehehehe…
raku, bukannya ada yang ingin kamu sampaikan ke pada chitoge chan”
Chitoge
dan tsugumi tampak kebingunagan dengan pernyataan raku.
raku
mencoba berdiri dan menahan sakit dari luka akibat tersungkur tadi. “chitoge,
aku rasa kamu masih membutuhkan ini” raku menggenggan kunci yang dilempar
chitoge tadi padanya.
“untuk
apa?”
“mungkin
kamu tak mengingatnya, tapi sesaat setelah kamu pergi tadi semua memori itu
datang kembali padaku, dan..”
“dan?”
“dan,
ternyata, chitoge, gadis itu adalah kamu. Kamu yang memberi ku liontin ini,
kamu yang berjanji denganku bahwa kita akan bertemulagi 10 tahun setelah
berpisah. Dan, ternyata aku belum bisa melupakan cinta masa kecilku dulu”
“baka
moyashi, tentu saja aku menginatnya juga” bisik chitoge.
“chitoge,
aku tidak ingin berpisah lagi dengan kamu. Ikanaide, onegai (tolong jangan
pergi). Ore wa anata ga daisuki da (aku menyukaimu)”
---
Kosaki
dan ruri ternyata dijemput oleh supir keluarga kirisaki, sedangkan raku dan
shuu pulang naik limosin bareng chitoge.
“chitoge,
kenapa kamu gugup gitu? Cepat buka” desak raku
“berisik,
ini juga mau dibuka, sabar napa”
Klik..
“hei
hei, apa isinya” sorak shuuyang juga penasaran
“ojou,
ini bukannya sepasang cincin” kagum tsugumi “tapi ini ukurannya terlalu kecil
buat kalian berdua” tsugumi lalu mengernyit saat sadar soal ukuran cincin
keduanya.
“hei
hei, apa kalian akan bertungangan dengan memakai cincin ini” shuu kembali
bersorak.
“huah,
bukannya itu terlalu cepat” sanggah raku
“apa
salahnya, bukankah janji kita dulu adalah janji untuk menikah, aku rasa
tunangan juga…….ga apa apa” dere dere nya chitoge mulai keluar dan membuiat
muka raku menjadi merah padam.
“aku
rasa juga gapapa” gagap raku “tapi kenapa claude san terlalu diam menanggapi
ini” heran raku
“jangan
khawatirkan saya ichijou raku, saya seutuhnya sudah mengerti dengan yang
namanya cinta. Hah, tentu saja itu karna saya baru saja jatuh cinta, benarkan,
seishiro”
Lontaran
perkataan claude membuat tsugumi tersedak dan mukanya jadi memerah “apa maksud
anda, claude sama, anda g serius,kan?”
“tentu
saja saya serius” tegas claude. “saya harap ojou dapat merestui pertunangan
saya dengan seishiro” pinta claude
“apa?”
seisi mobil kaget kecuali claude
“itu
memang kesalahan saya untuk tidak menyadari gender seishiro, saya merasa malu
untuk kelalaian saya. Tapi itu adalah masa lalu, saya ingin menatap masa depan
saya bersama orang yang saya cintai”
“tsugumi…”
bisik chitoge
“saya
bahkan belum menyutujuinya” pekik tsugumi
“tentu
saja kamu akan menyetujuinya, karna saya pasti akan membuat kamu jatuh cinta
kepada saya, cepat atau lambat”
Kelihatan
tsugumi udah mau pingsan nahan campur aduk perasaannya kala itu. Walaupun
demikian, pertunagan tak resmi raku dan chitoge tetap dilaksanakan di limosin
hitam. Karna cincinnya g muat dijari manis, akhrnya mereka masangnya dijari
kelingking, haha….